eh: Al Jupri
*) teknik
perhitungan memindahkan bilangan dalam perhitungan baik dari ruas kiri
ke kanan atau sebaliknya adalah teknik yang tidak sesuai konsep
matematika. Seperti perkalian silang sehingga bagi jadi kali. Atau pada
penjumlahan, seperti yang tadinya positif jadi negatif.
Dulu, ketika saya
masih baru menjadi mahasiswa baru tingkat pertama, saya berkenalan
dengan salah seorang mahasiswa baru lainnya yang di kemudian hari
menjadi teman baik saya. Ketika awal perkenalan, kami pun ngobrol
kesana-kemari. Tanya sana-tanya sini. Jawab sana, jawab sini. Hingga ia
pun akhirnya bercerita bahwaa nilai tes Matematika Dasar-nya, yaitu salah satu mata pelajaran yang diujikan di UMPTN*, adalah 100 alias benar semua.
Mendengar ceritanya
tersebut, saya pun terkagum-kagum dibuatnya. Dalam pikiran saya, saya
berkesimpulan “Wah ia pasti orang yang sangat pandai”. Rasa kagum saya
mendorong rasa ingin tahu saya tentang pengetahuannya dalam matematika.
Akhirnya, dalam masa awal perkenalan itu, saya ajak ia ngobrol tentang matematika yang sudah pernah kami pelajari ketika semasa SD sampai SMA dulu.
Dari obrolan tersebut,
saya jadi tahu, ternyata ia benar-benar luas pengetahuan tentang
matematika yang sudah dipelajarinya. Hingga akhirnya, mungkin untuk
menunjukkan kepiawaiannya, ia mengajak saya adu cepat mengerjakan soal
matematika.
Mendapat tantangan itu, sebenernya saya ngeper
juga. Karena saya merasa tak sepandai dirinya. Namun, karena ini
namanya juga bukan lomba dan bukan apa-apa, saya sih mau saja waktu itu.
Soal-soal pun dipilih secara acak dari buku kumpulan soal-soal latihan
tes UMPTN* dan EBTANAS** beberapa tahun sebelumnya yang masih rajin ia
bawa ke mana-mana. Kemudian, adu cepat menyelesaikan soal matematika pun
dimulai.
Bagaimana hasilnya? Siapa yang tercepat?
Ternyata benar, dalam
beberapa menit saja, teman saya itu berhasil menyelesaikan semua soal
yang sudah dipilih tadi (karena yang dipilih cuma 3 soal sih). Dan ia
keluar sebagai yang tercepat, menjadi pemenang. Sedangkan saya, satu
soal pun belum mampu saya selesaikan. Waktu itu, saya terlalu berkutat
dengan soal nomor pertama yang lumayan sukar untuk ukuran saya waktu
itu. Walau sudah dengan segenap kemampuan saya berusaha
menyelesaikannya, tapi ternyata, sampai waktu habis belum ketemu juga.
Saya pun mengakui kelebihan dan kehebatannya.
Dengan sedikit
malu-malu, saya bertanya padanya tentang soal yang belum bisa saya
selesaikan tersebut. Sambil saya tanyakan pula kenapa ia begitu cepat
bisa menyelesaikan soal-soal tersebut. Soal yang waktu itu belum bisa
saya selesaikan adalah seperti berikut ini.
Soal: Bila a + 1/a = 5, maka nilai dari a3 + 1/a3 =…
Dengan cepat teman saya itu pun menyelesaikan soal tersebut seperti berikut ini:
a3 + 1/a3 = (a + 1/a)3 – 3a.1/a(a + 1/a) = 53 – 3(5) = 125 – 15 = 110.
Melihat cara penyelesaiannya,
saya hanya bisa melongo waktu itu. “Cuma satu baris? Padahal saya
mencoba menyelesaikannya berbaris-baris, dan belum ketemu juga”, itu
yang ada di pikiran saya. Kemudian, saya pun bertanya ke teman saya itu,
kenapa cara pengerjaannya seperti itu?
Dengan senang hati, ia
pun menjelaskan ke saya. Ia katakan bahwa, soal semacam tersebut dapat
dengan mudah diselesaikan dengan rumus “cepat” berikut ini.
a3 + b3 = (a + b)3 – 3ab(a + b) ………………………………..(1)
Dengan mengganti b dengan 1/a, katanya, maka soal tadi dapat diselesaikan dengan cepat seperti yang sudah dikerjakannya tadi.
Saya yang tak terbiasa
menggunakan rumus “cepat” ketika di SMA dulu, penasaran ingin tahu
alasan kenapa rumus “cepat” tersebut bisa dipakai. Tapi sayang, teman
saya itu tak memberi tahu saya. Malahan ia menambah lagi rumus cepat
yang sudah ia ketahuinya, yaitu:
a3 – b3 = (a – b)3 + 3ab(a – b)……………………………….(2)
Akhirnya,
ngobrol-ngobrol pun beres. Ia bergegas pulang menuju kost-kost-annya.
Saya pun begitu, pulang dengan rasa penasaran yang mengganjal.
Di kost-kost-an, dengan
penuh rasa penasaran ingin tahu, saya pun mengutak-atik rumus “cepat”
yang telah ia gunakan tersebut. Setelah beberapa waktu lamanya,
akhirnya, terpecahkan juga rahasia rumus “cepat” yang dipakai teman saya
tersebut. Saya berhasil menelusuri asal-muasal
rumus “cepat” tersebut, berhasil menguak rahasianya. (Duh rasanya
begitu senang sekali, tak bisa saya ekspresikan dengan kata-kata).
Hasil penelusuran saya tersebut, setelah saya rapikan, seperti berikut ini.
(a + b)3 = (a + b)2(a + b)
= (a2 + 2ab + b2)( a + b)
= a3 + a2b + 2a2b + 2ab2 + b2a + b3
= a3 + b3 + 3a2b + 3ab2
= a3 + b3 + 3ab (a + b)
Jadi, (a + b)3 = a3 + b3 + 3ab (a + b).
Sehingga, a3 + b3 = (a + b)3
– 3ab (a + b). Rumus “cepat” (1) dapat saya buktikan kebenarannya.
Kemudian, dengan cara serupa, saya pun berhasil menelusuri asal-muasal
rumus “cepat” (2).
Walaupun apa yang telah
saya lakukan tersebut sederhana, tapi bagi ukuran saya waktu itu adalah
sesuatu yang menggembirakan hati, menyenangkan pikiran, dan memuaskan
dahaga keingin-tahuan saya.
Sejak saat itu, bila
ada rumus-rumus “cepat” yang saya temui di buku-buku bimbingan tes, saya
pun terpacu untuk menelusuri asal-muasalnya. Dengan cara seperti itu,
saya seringkali berhasil memecahkan rahasia rumus-rumus “cepat” yang
selama ini beredar luas di kalangan siswa yang mengikuti bimbingan test.
Baiklah, segitu dulu saja ceritanya
ya…, lain kali insya Allah saya akan membahas baik-buruknya penggunaan
rumus “cepat” (Ada satu cerita yang sangat menggelikan tentang hal ini.
Mau tahu? Silakan tunggu di postingan mendatang…). Sampai di sini dulu
ya…, mudah-mudahan bermanfaat.
Sebagai bahan latihan untuk Anda, cobalah telusuri asal-muasal rumus-rumus “cepat” berikut ini.
- Persamaan garis yang melalui titik (0, a) dan (b, 0) adalah ax + by = ab.
- Perhatikan gambar berikut. Panjang PQ dapat ditentukan dengan mudah, yaitu:
PQ = (AP. DC + DP. AB)/(AD)
Matematika
Dulu, ketika saya masih
baru menjadi mahasiswa baru tingkat pertama, saya berkenalan dengan
salah seorang mahasiswa baru lainnya yang di kemudian hari menjadi teman
baik saya. Ketika awal perkenalan, kami pun ngobrol kesana-kemari.
Tanya sana-tanya sini. Jawab sana, jawab sini. Hingga ia pun akhirnya
bercerita bahwaa nilai tes Matematika Dasar-nya, yaitu salah satu mata pelajaran yang diujikan di UMPTN*, adalah 100 alias benar semua.
Mendengar ceritanya tersebut, saya pun terkagum-kagum dibuatnya. Dalam
pikiran saya, saya berkesimpulan “Wah ia pasti orang yang sangat
pandai”. Rasa kagum saya mendorong rasa ingin tahu saya tentang
pengetahuannya dalam matematika. Akhirnya, dalam masa awal perkenalan
itu, saya ajak ia ngobroltentang matematika yang sudah pernah kami pelajari ketika semasa SD sampai SMA dulu.
Dari obrolan tersebut, saya jadi tahu, ternyata ia benar-benar luas
pengetahuan tentang matematika yang sudah dipelajarinya. Hingga
akhirnya, mungkin untuk menunjukkan kepiawaiannya, ia mengajak saya adu
cepat mengerjakan soal matematika.
Mendapat tantangan itu, sebenernya saya ngeper juga.
Karena saya merasa tak sepandai dirinya. Namun, karena ini namanya juga
bukan lomba dan bukan apa-apa, saya sih mau saja waktu itu. Soal-soal
pun dipilih secara acak dari buku kumpulan soal-soal latihan tes UMPTN*
dan EBTANAS** beberapa tahun sebelumnya yang masih rajin ia bawa ke
mana-mana. Kemudian, adu cepat menyelesaikan soal matematika pun
dimulai.
Bagaimana hasilnya? Siapa yang tercepat?
Ternyata benar, dalam beberapa menit saja, teman saya itu berhasil
menyelesaikan semua soal yang sudah dipilih tadi (karena yang dipilih
cuma 3 soal sih). Dan ia keluar sebagai yang tercepat, menjadi pemenang.
Sedangkan saya, satu soal pun belum mampu saya selesaikan. Waktu itu,
saya terlalu berkutat dengan soal nomor pertama yang lumayan sukar untuk
ukuran saya waktu itu. Walau sudah dengan segenap kemampuan saya
berusaha menyelesaikannya, tapi ternyata, sampai waktu habis belum
ketemu juga. Saya pun mengakui kelebihan dan kehebatannya.
Dengan sedikit malu-malu, saya bertanya padanya tentang soal yang belum
bisa saya selesaikan tersebut. Sambil saya tanyakan pula kenapa ia
begitu cepat bisa menyelesaikan soal-soal tersebut. Soal yang waktu itu
belum bisa saya selesaikan adalah seperti berikut ini.
Soal: Bila a + 1/a = 5, maka nilai dari a3 + 1/a3 =…
Dengan cepat teman saya itu pun menyelesaikan soal tersebut seperti berikut ini:
a3 + 1/a3 = (a + 1/a)3 – 3a.1/a(a + 1/a) = 53 – 3(5) = 125 – 15 = 110.
Melihat cara penyelesaiannya,
saya hanya bisa melongo waktu itu. “Cuma satu baris? Padahal saya
mencoba menyelesaikannya berbaris-baris, dan belum ketemu juga”, itu
yang ada di pikiran saya. Kemudian, saya pun bertanya ke teman saya itu,
kenapa cara pengerjaannya seperti itu?
Dengan senang hati, ia pun menjelaskan ke saya. Ia katakan bahwa, soal
semacam tersebut dapat dengan mudah diselesaikan dengan rumus “cepat”
berikut ini.
a3 + b3 = (a + b)3 – 3ab(a + b) ………………………………..(1)
Dengan mengganti b dengan 1/a, katanya, maka soal tadi dapat diselesaikan dengan cepat seperti yang sudah dikerjakannya tadi.
Saya yang tak terbiasa menggunakan rumus “cepat” ketika di SMA dulu,
penasaran ingin tahu alasan kenapa rumus “cepat” tersebut bisa dipakai.
Tapi sayang, teman saya itu tak memberi tahu saya. Malahan ia menambah
lagi rumus cepat yang sudah ia ketahuinya, yaitu:
a3 – b3 = (a – b)3 + 3ab(a – b)……………………………….(2)
Akhirnya, ngobrol-ngobrol pun beres. Ia bergegas pulang menuju
kost-kost-annya. Saya pun begitu, pulang dengan rasa penasaran yang
mengganjal.
Di kost-kost-an, dengan penuh rasa penasaran ingin tahu, saya pun
mengutak-atik rumus “cepat” yang telah ia gunakan tersebut. Setelah
beberapa waktu lamanya, akhirnya, terpecahkan juga rahasia rumus “cepat”
yang dipakai teman saya tersebut. Saya berhasil menelusuri asal-muasal rumus
“cepat” tersebut, berhasil menguak rahasianya. (Duh rasanya begitu
senang sekali, tak bisa saya ekspresikan dengan kata-kata).
Hasil penelusuran saya tersebut, setelah saya rapikan, seperti berikut ini.
(a + b)3 = (a + b)2(a + b)
= (a2 + 2ab + b2)( a + b)
= a3 + a2b + 2a2b + 2ab2 + b2a + b3
= a3 + b3 + 3a2b + 3ab2
= a3 + b3 + 3ab (a + b)
Jadi, (a + b)3 = a3 + b3 + 3ab (a + b).
Sehingga, a3 + b3 = (a + b)3 –
3ab (a + b). Rumus “cepat” (1) dapat saya buktikan kebenarannya.
Kemudian, dengan cara serupa, saya pun berhasil menelusuri asal-muasal
rumus “cepat” (2).
Walaupun apa yang telah saya lakukan tersebut sederhana, tapi bagi
ukuran saya waktu itu adalah sesuatu yang menggembirakan hati,
menyenangkan pikiran, dan memuaskan dahaga keingin-tahuan saya.
Sejak saat itu, bila ada rumus-rumus “cepat” yang saya temui di
buku-buku bimbingan tes, saya pun terpacu untuk menelusuri
asal-muasalnya. Dengan cara seperti itu, saya seringkali berhasil
memecahkan rahasia rumus-rumus “cepat” yang selama ini beredar luas di
kalangan siswa yang mengikuti bimbingan test.
Baiklah, segitu dulu saja ceritanya
ya…, lain kali insya Allah saya akan membahas baik-buruknya penggunaan
rumus “cepat” (Ada satu cerita yang sangat menggelikan tentang hal ini.
Mau tahu? Silakan tunggu di postingan mendatang…). Sampai di sini dulu
ya…, mudah-mudahan bermanfaat.
Sebagai bahan latihan untuk Anda, cobalah telusuri asal-muasal rumus-rumus “cepat” berikut ini.
- Persamaan garis yang melalui titik (0, a) dan (b, 0) adalah ax + by = ab.
- Perhatikan gambar berikut. Panjang PQ dapat ditentukan dengan mudah, yaitu:PQ = (AP. DC + DP. AB)/(AD)
Catatan:
*UMPTN: Ujian Masuk Perguruan Tinggi Negeri (Saat ini namanya SPMB)
**EBTANAS: Evaluasi Belajar Tahap Akhir Nasional (Saat ini namanya UAN)
========================================================
Update: Artikel ini bisa juga dibaca di sini.
========================================================
Update:
Makin
hari, makin banyak orang-orang yang secara tidak sopan menerbitkan
ulang artikel saya ini. Mereka mempublikasi ulang tanpa menuliskan nama
penulis dan sumbernya dan tidak memberi link sama sekali. Oleh
karena itu, bila Anda menerbitkan ulang artikel ini, tolong minta ijin
terlebih dulu ke saya. Bila Anda tidak minta ijin, saya tidak rela, saya
tidak ikhlas, saya tidak mengijinkannya. Atas perhatiannya saya ucapkan
terimakasih!!!!
Rabu, 03 April 2013
Baru-baru saja aku menonton tayangan televisi di sebuah
stasiun televisi swasta. Tayangan itu cukup menarik karena membahas trik
cepat mengerjakan soal-soal ujian matematika tentang materi
perbandingan. Namun saat pembahasan dengan trik cepat aku malah tertawa
keras. Saking kerasnya membuat salah seorang teman kos ku terkejut dan
sehingga dia tertarik ikut menonton. Dan tahukah kamu apa yang terjadi?
Dia juga ikut tertawa. Hua...ha...ha...ha.... Mau tau ceritanya?
Begini ceritanya. Pada jaman dahulu kala ........... (alah.....jadi ngawur. Sorry)
Ada soal seperti ini (kira-kira aja ya kata-katanya, lupa. Tapi konsepnya tetap diusahakan sama)
2
orang pekerja mampu menyelesaikan suatu proyek selama 12 hari. Jika
pekerjanya ditambah 6 orang, berapa lama proyek itu selesai?
Penyelesaiannya dengan cara biasa seperti ini.
Diketahui :
n1 = 2 orang
t1 = 12 hari
n2 = 2 + 6 = 8 orang
Tanya : n2 (waktu yang diperlukan setelah ditambah pekerjanya)?
Jawab. Karena semakin banyak pekerja maka waktu yang dihabiskan makin sedikit maka hal ini merupakan perbandingan terbalik. (ciri-cirinya perbandingan terbalik adalah jika variabel x semakin naik tetapi variabel y semakin turun).
Kalau begitu maka perkalian pasangan masing-masing komponen akan menghasilkan konstanta yang sama. Artinya:
Jadi, perlu waktu sebanyak 3 hari.
Nah, setelah itu muncul ungkapan:
Bukan SAYA (maaf nama tayangan dirahasiakan) kalau tidak ada trik cepatnya. Begini caranya:
Karena ini perbandingan terbalik, maka
Hebat bukan? Cuma satu baris (dengan bangganya dia tertawa).
Melihat trik cepat ini, kontan saja saya tertawa. Ini
kan cara yang sama seperti cara sebelumnya, hanya beberapa langkah
dihilangkan. Coba perhatikan langkah kedua pada cara sebelumnya. Kalau 8
kita pindahkan pakai kali silang*, maka 8 kan berada di bawah. Jadinya
sama dengan cara di atas. Cara pertama terlihat panjang karena urutan
pekerjaan diperlihatkan. Kemudian teknik pindah silang baru dijalankan
pada langkah ke empat.
Hua...ha...ha.... lucu kan (mudah-mudahan anda juga merasa lucu).
Kalau anda merasa lucu, maka seharusnya anda tertawa
juga pada hampir semua trik cepat yang ada sekarang ini. Hampir semuanya
memiliki karakteristik seperti di atas. Trik cepat biasanya merupakan
cara yang panjang tetapi beberapa baris dihilangkan. Lalu cara cepat itu
ditulis dengan rumus tersendiri yang sepertinya terpisah dari rumus
sebenarnya (coba aja kita mau tekun, maka kita dapat menemukan semua cara atau trik cepat melalui penurunan rumus sebenarnya).
Terlepas dari itu semua, jika kita perhatikan dengan
seksama baik menggunakan rumus sebenarnya maupun trik cepat, maka
keduanya merupakan suatu algoritma. Dikatakan algoritma karena adanya
urutan langkah-langkah tertentu dalam mengerjakan. Nah, kalau lupa pada
langkahnya, matilah kita. Pasti kita tidak mampu mengerjakannya. Apalagi
untuk trik cepat karena lain soal lain pula trik cepatnya. Artinya,
jauh lebih banyak menghapal trik cepat dibandingkan hanya menghapal
rumusnya. Sekali lagi, kalau lupa cara cepatnya atau karakteristik
soalnya, Matilah kita. (weleh...weleh.... matinya dua kali. Mungkin karena ini ya plesetan kata matematika adalah mati-matian)
Kalau seandainya pembelajaran matematika tidak
menitikberatkan pada rumus dan urutan-urutan langkah penggunaan
melainkan pada berpikir dan bernalar kreatif siswa, maka hal ini tidak
perlu terjadi. Siswa tidak perlu banyak menghapal karena mampu berpikir
dan bernalar sendiri untuk menyelesaikan soal. Artinya siswa dibebaskan
untuk menentukan penyelesaian berdasarkan pemikiran dan penalarannya
sendiri. Coba perhatikan contoh soal di atas, kita akan menyelesaikannya
dengan logika.
”Kalau 2 orang selesainya 12 hari, maka kalau pekerja
menjadi 4 orang selesainya menjadi 6 hari. Ya kan.... nah kalau 4 orang
selesainya 6 hari maka tentunya kalau pekerjanya menjadi 8 orang,
berarti selesainya menjadi 3 hari”. Selesai bukan. Pakai nalar aja bisa
kok.
Coba juga persoalan berikut.
Andi memandang dari jendela sebuah taman dekat rumahnya.
Dia melihat bahwa masing-masing orang di taman membawa seekor anjing
piaraannya. Setelah itu dia menghitung banyaknya semua kaki di taman itu
dan ternyata ada 54 buah. Berapa banyaknya anjing peliharaan yang ada
di taman?
Hayo, bagaimana mengerjakannya. Pasti di antara anda sudah keluar tuh lambang-lambang x dan y. Ya kan? Lalu karena manusia punya dua kaki dan anjing punya empat kaki pasti ada yang memikirkan 2x + 4y = 54. benar kan? Nah, sekarang bagaimana persamaan lainnya????.............
Kalau anda memikirkan cara di atas, maka kalau boleh
saya katakan di kepala anda sudah tertanam algoritma yang kuat. Jika
anda menemukan persamaan satunya maka anda dapat menyelesaikannya dengan
teknik substitusi atau teknik lainnya. Tapi kalau tidak, apa yang
terjadi?
Sebenarnya kalau kita mau berpikir dan bernalar kreatif, maka kita dapat menggunakan logika saja. Misalnya seperti ini......
Manusia punya 2 kaki
Seekor anjing punya 4 kaki
Satu pasang (manusia dan anjing peliharaan) totalnya 6 kaki. Karena terdapat 54 kaki berarti ada 9 pasang.
Jadi ada 9 ekor anjing peliharaan.
Selesai. tanpa ada rumus-rumus yang bikin ribet.
Jika kita mau menggunakan logika yang diwujudkandalam
berpikir dan bernalar maka hampir semua permasalahan dapat kita
selesaikan. Terutama permasalahan yang berkaitan dengan kehidupan
sehari-hari. Bukan kah untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi kita
menyelesaikannya dengan logika dan berpikir, bukannya dengan rumus-rumus
yang njelimet?
Bebaskan para siswa
berpikir dan bernalar. Biarkan kedua komponen itu berkembang dengan baik
dalam diri siswa. Karena keduanya diperlukan oleh siswa untuk
menghadapi kehidupan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar